“Untuk kenaikanjabatan/pangkat setingkat lebih tinggi dari Guru Pertama, pangkat Penatan Muda, Golongan Ruang III/a sampai dengan Guru Utama, pangkat Pembina Utama, Golongan Ruang IV/e wajib melakukan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan yang meliputi sub unsur pengembangan diri.....”
Demikian bunyi petikan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 16 Tahun 2009, tentang Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya yang kami dapat dari salah satu media cetak di Banjarmasin.
Adanya Peraturan Menteri ini disikapi berbeda oleh teman-teman guru. Adanya yang bersikap proaktif dalam artian mempersiapkan sejak isu tersebut ada dan ada yang pasif dalam artian masih menunggu sosialisasi formal dari Dinas Pendidikan. Reaksi yang paling serius adalah adanya kekhawatiran yang berlebih yang dialami oleh guru. Kecemasan tersebut berkaitan adanya hambatan kenaikan jabatan atau golongan ruang. Jika tidak membuat karya ilmiah maka akan menjadi guru Penata Muda seumur hidup. kecemasan ini beralasan mengingat rendahnya keinginan guru untuk membuat karya ilmiah.
Peristiwa kecemasan ini terulang ketika adanya kebijakan pemerintah tentang sertifikasi guru dan dosen. Guru yang akan mendapatkan kuota sertifikasi berlomba-lomba mendapatkan sertifikat kegiatan seminar dan yang sejenis untuk mengejar target nilai. Semahal apapun kegiatan seminar pasti akan diikuti asal ada bukti fisik berupa sertifikat. Maka merebaklah kegiatan seminar baik tingkat daerah, nasional bahkan internasional.Pelaksanaan seminar yang benar-benar berbobot sampai yang terkesan asal seminar diadakan yang penting ada sertifikatnya.
Peluang bisnis rupanya juga tercium dalam pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah diatas oleh pihak tertentu. Dengan memasang paket harga yang tidak rasional untuk kegiatan workshop karya ilmiah tersebut. Lagi-lagi guru dihadapkan dengan pilihan sulit. Ikut acara tersebut dengan biaya yang tidak rasional atau menjadi guru dengan golongan ruang yang paling rendah seumur hidup.
Solusi Cerdas
Guru adalah pendidik yang cerdas. Adanya kebijakan pemerintah tersebut akan disikap dengan cara elegan. Ada beberapa solusi yang harus dilakukan oleh guru yang cerdas.Pertama, Secara proaktif meminta klarifikasi/sosialisasi oleh pihak yang berwenang untuk menjelaskan perkara tersebut, Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten misalnya. Guru tidak boleh terprovokasi oleh pihak-pihak tertentu sehingga memunculkan kecemasan yang berlebih.Kedua, Jika kebijakan tersebut setelah diklarifikasi/sosialisasi oleh pihak yang berwenang maka harus ada prasangka baik kepada pemerintah. Pemerintah pasti telah menyiapkan sejumlah kebijakan untuk mencerdaskan guru untuk membuat karya ilmiah. Jadi Pemerintah tidak akan menuntut sesuatu yang berlebih kepada guru sebelum memberikan bekal kepada guru.Ketiga, mengaktifkan kembali Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau yang semisal untuk mengadakan workshop yang berkaitan dengan pembuatan karya ilmiah. Cara ini sangat efektik dan ekonomis. Dikatakan efektif karena workshop yang dilaksanakan oleh MGMP yang bersangkutan sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan oleh guru. Dan ekonomis karena pengurus cukup mendatangkan nara sumber yang benar-benar mengerti tentang karya ilmiah (PTK, misalnya).Nara sumber ini bisa dari kalangan guru sendiri yang telah melaksanakan karya ilmiah.Keempat, mendorong sekolah tempat guru bertugas untuk melaksanakan workshop atau In House Training (IHT). Dana kegiatan tersebut dapat bersumber dari dana Block Grant atau bersumber dari Komite Sekolah.Kelima, mendorong organisasi-organisai guru seperti PGRI, KGI/IGI (Klub Guru Indonesia/Ikatan Guru Idonesia) untuk melaksanakan kegiatan yang bersifat praktis. Sehingga ketika kegiatan tersebut dilaksanakan oleh mereka (PGRI, KGI/IGI) tidak berorentasi pada keuntungan. Jadi mengikuti workshop atau In House Training (IHT) berkualitas dan murah.Keenam, membuat karya ilmiah itu mudah. Guru telah membuatnya dengan tidak langsung. Ketika guru melaksanakan pembelajaran kemudian mendapatkan masalah dan guru melakukan beberapa rekayasa , akhirnya mampu menyelesaikan masalah pembelajaran yang ia alami. Ini adalah bagian dari PTK. Pengalaman dalam proses pembelajaran yang dimanajemen dengan pola tertentu adalah PTK. Jadi PTK itu mudah. Ketujuh, menggandeng mahasiswa perguruan tinggi untuk melaksanakan karya ilmiah. Jika karya ilmiah ini berbetuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) maka PTK ini dapat dilaksanakan dengan prinsip kolaborasi. Ini adalah bentuk kerja sama simbiosis mutualisme yang cerdas. Hasil PTK ini adalah kolaborasi antara pengalaman guru dan kedalaman teori oleh mahasiswa. Sehingga PTK tersebut sangat solutif. Ini adalah pengalaman penulis. Kedelapan, manfaat era teknologi dan informasi.Untuk guru pemula model ini sangat efektif. Guru hanya “berselancar” di dunia maya (internet) dengan mengetik “PTK” atau “karya ilmiah guru” maka akan didapat ratusan contoh tentang PTK. Tinggal mengedit yang perlu diedit maka jadilah PTK dengan sejumlah data yang telah disesuaikan dengan data faktual siswa yang ada di sekolahan guru yang bersangkutan.Kesembilan, otodidak plus. Melaksanakan karya ilmiah semisal PTK perlu ilmu. Ilmu ini berkaitan dengan teori dan praktek. Mendapatkan ilmu PTK secara teori dapat dipelajari sendiri (otodidak) jika ada diantara teori PTK yang tidak dapat dimengerti maka solusinya adalah teman sejawat. Untuk praktik, prinsip PTK kalaborasi teman sejawat adalah solusi praktisnya. Strategi ini sangat cocok untuk guru pemula. Kesepuluh, Reunifikasi dengan Dosen. Dosen adalah gurunya guru. Ketika guru bermasalah dengan proses pembelajaran atau yang lainnya, beliaulah solusinya. Dunia Dosen lebih terbiasa dengan pembuatan karya ilmiah. Sehingga pembuatan PTK atau karaya ilmiah dengan dibantu oleh Dosen kita lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan.
Demikianlah sepuluh jurus ampuh menghancurkan tembok keengganan guru membuat karya ilmiah dengan cara yang cerdas, efektif dan ekonomis. Jadi jika pemerintah mewajibkan guru untuk membuat karya ilmiah, siapa takut....?
Muhammad Ahsanul Huda, S.Pd
Pengurus Ikatan Guru Indonesia (IGI)
Kalimantan Selatan
Comments :
Posting Komentar