Kekerasan Dalam Dunia Pendidikan


Oleh:
Prof. Dr. H. Wahyu,
FENOMENA KEKERASAN

Dunia pendidikan Indonesia kembali diwarnai oleh kekerasan,dan kita belum hilang dari ingatan tentang kasus-kasus kekerasan di dunia pendidikan,seperti antara lain :
1.Hendara Saputra, seorang mahasiswa Akademi Kepolisian Semarang yang dianiaya oleh 6 orang seniornya ( Suara Pembaharuan, 18/8/2006 ).

2.Kasus pelecehan menimpa beberapa mahasiswa Fisipol UNSOED Purwokerto ( Suara Pembaharuan, 18/9/2006 ).
3.Pembunuhan mahasiswa oleh preman di IKIP PGRI Mataram sebagai akumulasi kekerasan antara yayasan dengan mahasiswa ( Suara Pembaharuan, 18/9/2006 ).
4.Siswa kelas I dipukul beberapa seniornya, kelas II di SMA Swasta di Jakarta (9/6/2007).
5.Kasus Cliff Muntu, tentang kekerasan yang terjadi di IPDN, yang berujung pada kematian ( Kompas, 11/4/2007 ).
6.Di SMPN 3 Babelan Kab. Bekasi, 3 orang siswa dipukul oleh teman-temannya sendiri atas perintah gurunya. Penyebabnya sepele, si anak tidak memakai Badge Identitas Sekolahnya ( Supriyadi, 31/5/2007 ).
7.Kasus Raju, bocah dari Langkat yang menjadi berita karena dihukum di Pengadilan untuk kasus intimidasi yang dilakukan terhadap bocah lainnya ( Iwan Gunawan, 7/3/2008 ).
8.Seorang siswa kelas 2 SD di Bandung mengadu kepada gurunya perihal kemarahan orang tuanya pada dirinya, karena siswa tersebut telah melarang orang tuanya merokok. Kekerasan orang tuab dirumah yang terbawa ke sekolah ( Iwan Gunawan, 7/3/2008 ).
9.Eko Haryanto, murid kelas VI SD di Kab. Tegal yang mencoba bunuh diri karena malu gara-gara menunggak sembilan bulan uang sekolah pada 2 Mei 2005 (Kompas, 14/4/2007 ).
10.Bunyamin, siswa kelas II SMK Negeri di Kab. Tegal,pada tanggal 7 April 2005 ditemukan tewas gantung diri karena tidak mampu membayar SPP ( Kompas, 14/4/2007 ).
11.A. Haryanto, siswa kelas VI SD Negeri di Sanding Kab. Garut,juga mencoba bunuh diri karena malu dengan temannya karena belum bayar uang ekstra kurikuler ( Kompas, 14/4/2007 ).


APA KEKERASAN ITU ?

1.Kekerasan (Violence) berasal dari gabungan kata latin VIS (daya, kekuatan) dan LATUS (membawa).
2.Menurut KUBI, kekerasan adalah sifat atau hal yang keras ; kekuatan, paksaan (desakan atau tekanan yang keras).
3.Kekerasan adalah tindakan yang mendasarkan diri pada kekuatan (penghancuran, perusakan, keras, kasar, kejam, ganas) untuk memaksa pihak lain tanpa setuju.

HASIL PENELITIAN

1. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan UNICEP (2006) di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 80% kekerasan yang terjadi pada siswa dilakukan oleh guru.

2.Di Indonesia cukup banyak guru yang menilai cara kekerasan masih efektif untuk mengendalikan siswa (Philip, 2007).
3.Cara kekerasan dampaknya kepada siswa :
a.Traumatis psikologis,
b.Siswa akan menyimpan dendam,
c.Makin kebal terhadap hukuman,
d.Cenderung melampiaskan kemarahan dan agresif terhadap siswa lain yang dianggap lemah (Phillip, 2007).

BENTUK KEKERASAN PADA SISWA

1.Kekerasan Fisik, yang berakibat luka atau cidera pada siswa, seperti memukul,menganiaya.
2.Kekerasan Psikis, kekerasan secara emosional dilakukan dengan cara menghina, melecehkan , mencela, melontarkan, kata-kata yang menyakitkan perasaan, melukai harga diri, menurunkan rasa percaya diri, membuat orang lain hina, kecil, lemah, jelek, tidak berdaya.
3.Kekerasan Defensive, dilakukan dalam rangka tindakan perlindungan, bukan tindakan penyerangan,
4.Kekerasan Agresif, dilakukan untuk mendapatkan sesuatu, seperti merampas.

TINDAKAN KEKERASAN SEBENARNYA BERTENTANGAN DENGAN PRINSIP DASAR KEMANUSIAAN, SEPERTI :

1.Tidak menghargai perbedaan pendapat,
2.Harmonisasi kehidupan,
3.Kebebasan menyampaikan pendapat,
4.Menyelesaikan permasalahan dengan cara-cara damai,
5.Menyelesaikan masalah tidak lagi melihat adanya solusi alternatif
6.Menjadi presiden buruknya masa depan demokrasi,
7.Menutup peluang kritik yang membangun,
8.Akan menghasilkan efek domino kekerasan yang berkepanjangan,
9.Memicu lahirnya tragedy kemanusiaan.

JIKA KEKERASAN DIANGGAP SEBAGAI KEWAJARAN, MAKA AKAN TERJADI :

1.Krisis Sosial,
2.Krisis Kemanusiaan,
3.Krisis Spritual.


DINEGARA YANG TIDAK DEMOKRATIS

Di Negara yang tidak demokratis pendidikan menjadi alat :
1.Represif,
2.Pemaksaan,
3.Intimidasi,
4.Penyeragaman,
5.Kekerasan.

DI NEGARA DEMOKRATIS

Di Negara demokratis, pendidikan menjadi motor penggerak bagi terbentuknya :
1.Jiwa demokratis,
2.Kebebasan,
3.Keadilan,
4.Persamaan,
5.Dialog.

PENDIDIKAN DEMOKRATIS

Menurut Brubacher (1978) pendidikan demokratis :
1.Menghargai kemanusiaan (dignity),
2.Individual dan kebebasan (akademis),
3.Perbedaan dan keanekaragaman,
4.Persamaan hak (equalitarianism),
5.Disesuaikan dengan aneka perbedaan (kebutuhan, kecerdasan, kemampuan).

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEKERASAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN

1.Guru
a.Kurangnya pengetahuan bahwa kekerasan itu tidak efektif untuk memotivasi siswa atau merubah perilaku,
b.Persepsi yang parsial menilai siswa. Misalnya, ketika siswa melanggar, bukan sebatas menangani, tapi mencari tahu apa yang melandasi tindakan itu,
c.Adanya hambatan psikologis, sehingga dalam mengelola masalah guru lebih sensitive dan reaktif,
d.Adanya tekanan kerja : target yang harus dipenuhi oleh guru, seperti kurukulum, materi, prestasi yang harus dicapai siswa, sementara kendala yang dihadapi cukup besar,
ePola yang dianut adalah mengedepankan factor kepatuhan dan ketaatan pada siswa, mengajar satu arah (dari guru ke murid),
f.Muatan kurikulum yang menekankan pada kemampuan kognitif dan cenderung mengabaikan kemampuan efektif, sehingga guru dalam mengajar suasananya kering, stressful, tidak menarik, padahal mereka dituntut mencetak siswa-siswa berprestasi,
g.Tekanan ekonomi, pada gilirannya bisa menjelma menjadi bentuk kepribadian yang tidak stabil,seperti berpikir pendek, emosional, mudah goyah, ketika merealisasikan rencana-rencana yang sulit diwujudkan.

2.Suasana PBM
a.Ada anggapan belajar terus membebani, membuat siswa strees,
b.Tugas, PR, aturan disiplin, sikap guru yang killer atau memaksakan kehendak membuat siswa merasa berada didalam tempat penyiksaan,
c.Siswa merasa dijejali dengan materi pelajaran tanpa sempat mencerna bagian sesuai dengan tuntutan kurikulum,
d.Siswa masih saja dianggap sebagai objek,
e.Siswa masih diposisikan sebagai orang yang tertindas, orang yang tidak tahu apa-apa, oaring yang harus dikasihani, oleh karenanya harus dijejali dan disuapi,
f.Masih ada pendidikan yang memaksa siswa kerap diminta mengerjakan sesuatu pekerjaan dengan cara yang sangat tidak manusiawi, misalnya dibawah ancaman pukulan.

3.Siswa
Sikap siswa yang tidak bisa lepas dari dimensi psikologis dan kepribadian,seperti;
a.Perasaan diri lemah,
b.Tidak pandai,
c.Tidak berguna,
d.Tidak berharga,
e.Tidak dicintai,
f.Kurang diperhatikan,
g.Rasa takut,
h.Superior/inferior yang dikompensasikan dengan menindas pihak lain yang lemah supaya dirinya merasa hebat.

4.Keluarga
a.Orang tua yang sangat memanjakan anak,
b.Orang tua yang emosional,yang bisa menimbulkan persepsi pada anak bahwa mereka tidak dikehendaki,jelek,bodoh,tidak baik,dll.Dampaknya,anak cenderung menarik diri dari pergaulan,jadi pendiam,pemurung,penakut,dsb.
c.Orang tua mengalami psikologis yang berkepanjangan atau berlarut-larut. Hal ini bisa mempengaruhi pola hubungan orang tua dan anak. Misalnya, stress, sensitif, kurang sabar, mudah marah, melampiaskan kekesalan pada anak. Lama kelamaan kondisi ini bisa mempengaruhi kehidupan anak. Misalnya ia bisa kehilangan semangat belajar, daya konsentrasi,jadi sensitif, cepat marah, dsb.
d.Keluarga yang mengalami disfungsi, misalnya salah satu anggota keluarga sering anggota keluarga lainnya,
e.Keluarga yang sering konflik terbuka, berkepanjangan dan tidak ada solusi alternatifnya. Dampaknya sering dijumpai anak bermasalah.

5.Lingkungan
a.Anak yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan tindakan kekerasan, dan anggota kelompok yang sangat toleran terhadap tindakan kekerasan,
b.Ada kesan budaya kekerasan itu diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Misalnya, kekerasan yang terjadi mahasiswa senior kepada mahasiswa yunior.
c.Tayangan TV yang berbau kekerasan.Akibatnya, timbul pola pikir yang negatif,jika ingin kuat dan ditakuti, pakai jalan kekerasan.


DAMPAK KEKERASAN PADA SISWA

1.Fisik, mengakibatkan organ-organ tubuh siswa mengalami kerusakan, seperti memar, luka-luka, dll.
2.Psikologis, rasa takut, rasa tidak aman, dendam, menurunnya semangat belajar, daya konsentrasi, kreativitas, hilang inisiatif, daya tahan [mental], menurunnya rasa percaya diri, inferior, stress, depresi, dsb. Dalam jangka panjang bisa berakibat pada penurunan prestasi, perubahan perilaku.
3.Sosial
a.Bisa menarik diri dari lingkungan pergaulan, karena;
- Rasa takut,
- Merasa terancam,
- Merasa tidak bahagia berada di antara teman-temannya.
b.Jadi pendiam,
c.Sulit berkomunikasi dengan guru dan teman-temannya,
d.Mereka jadi sulit mempercayai orang lain,
e.Semakin menutup diri dari pergaulan.


SOLUSI ALTERNATIF UNTUK MENGATASI KEKERASAN PADA SISWA
DI SEKOLAH

1.Sekolah
a.Menerapkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah
b.Mendorong/mengembangkan humaniasi pendidikan;
- Menyatupadukan kesadaran hati dan pikiran,
- Membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus,
- Suasana belajar yang meriah,gembira dengan memadukan potensi fisik, psikis, menjadi suatu kekuatan yang integral.
c.Hukuman yang di berikan berkolerasi dengan tindakan anak,
d.Terus menerus membekali guru untuk menambah wawasan pengetahuan, kesempatan, pengalaman baru untuk mengembangkan kreativitas mereka.
e.Konseling.Bukan siswa saja membutuhkan konseling, tapi juga guru. Sebab guru juga mengalami masa sulit yang membutuhkan dukungan, penguatan, atau bimbingan untuk menemukan jalan keluar yang terbaik.
f.Segera memberikan pertolongan bagi siapa pun juga yang mengalami tindakan kekerasan di sekolah,dan menindak lanjuti serta mencari solusi alternatif yang terbaik.

2. Orang Tua atau Keluarga
a.Perlu hati-hati dan penuh pertimbangan dalam memilih sekolah untuk anak-anaknya agar tidak mengalami kekerasan di sekolah,
b.Menjalin komunikasi yang efektif antara guru dan orang tua untuk mementau perkembangan anaknya,
c.Orang tua menerapkan pola asuh yang lebih menekankan pada dukungan daripada hukuman,agar anak-anaknya bertanggung jawab secara sosial,
d.Hindari tayangan TV yang tidak mendidik,bahkan mengandung unsur kekerasan,
e.Setiap masalah yang ada, sebaiknya di carikan solusi alternatif yang terbaik dan jangan sampai berlarut-larut,
f.Konsultasilah kepada ahli psikologi atau pihak profesional jika persoalan dalam rumah tangga semakin menimbulkan tekanan sehingga menyebabkan salah satu anggota keluarga mengalami hambatan dalam menjalankan kehidupan mereka sehari-hari.
3.Siswa yang Mengalami Kekerasan segera konsultasi ke orang tua atau guru yang dapat dapercaya menganai kekerasan yang dialaminya sehingga siswa tersebut segera mendapat pertolongan untuk memulihkan kondisi fisik dan psikisnya.

PENUTUP

1.Bagi semua pihak, guru,orang tua,dan siswa untuk memahami bahwa kekerasan bukanlah solusi alternatif yang terbaik, tetapi semakin bertambah masalah.
2.Diharapkan perkembangan humanisasi pendidikan,pendidikan nilai efektif, penerapan metode pembelajaran yang humanis,interalisasi nilai-nilai agama, moral dan budaya nasional ke dalam keseluruhan proses pendidikan dapat mengurangi dan bahkan menghilangkan praktek kekerasan di dalam lembaga pendidikan di Indonesia.
ReadMore...

Dinamika Problematika Kekerasan Pendidikan


oleh :
Drs. H. Humaidi Syukeri*

A. PENDAHULUAN
Permasalahan ‘Kekerasan’ (Children Bullying) di sekolah dewasa ini semakin menjadi perhatian oleh masyarakat dan pemerintah. Sebagaimana diketahui bahwa kekerasan bukanlah hal aneh atau luar biasa dalam kehidupan kita sehari-hari, karena hal itu hampir terjadi di setiap tempat baik di rumah, masyarakat, dan sekolah. Namun demikian, kekerasan tidak pernah menyelesaikan masalah, selain meninggalkan luka fisik maupun luka batin.
Kekerasan tak terkecuali juga kadang terjadi di kelas, kekerasan pun sering terjadi baik dalam bentuk fisik maupun psikis. Beberapa contoh kekerasan yang terjadi di sekolah disebabkan oleh faktor guru, yang secara ‘tidak sengaja’ bertindak dalam kerangka ‘mendisiplinkan siswa’. Hal ini telah membuka peluang terjadinya ‘kekerasan’ yang berlaku di ruang kelas. Banyak guru yang tidak tahu bahwa menjewer, mencubit, memukul, menampar, menendang, menggunduli rambut merupakan bentuk praktik kekerasan. Belum lagi bentuk kekerasan secara psikis yang kerap dilakukan seperti mengintimidasi, mengancam, menghina, merendahkah, menyindir, mendiskriminasikan, mengusir, memaki, mengabaikan, mengejek, menyamakan dengan binatang, dan sebagainya.
Mendisiplinkan siswa memang merupakan suatu bentuk sikap agar anak memiliki tanggung jawab, mandiri dan yang terpenting adalah mengakui hak dan keinginan orang lain serta memiliki tanggung jawab sosial secara manusiawi. Tetapi, apakah harus dilakukan dalam bentuk kekerasan? Hukuman dalam bentuk kekerasan masih dianggap cara efektif untuk mendisiplinkan anak. Bentuk kekerasan seperti menjewer atau mencubit sudah hal yang lumrah, bahkan siswa juga merasa bahwa hal seperti itu merupakan hal lazim untuk pendisiplinan.
Kekerasan bukanlah solusi untuk mendisiplinkan atau membuat anak patuh dan taat kepada perintah guru. Justru, kekerasan akan mengakibatkan hal-hal yang akan berdampak bagi masa depan anak baik dari perkembangan, pertumbuhan dan kepribadiannya. Akibat kekerasan akan membuat perilaku anak menjadi tidak konsisten yakni patuh di depan dan berani di belakang guru, orang tua, atau pimpinan.
Hubungan dengan sosial berorientasi kepada kekuasaan dan ketakutan.


Siapa yang lebih berkuasa dapat berbuat sekehendak hatinya, karena ingin dihormati, ingin disegani, ingin ditakuti, ingin diakui, ingin berwibawa. Sedangkan yang tidak berkuasa menjadi tunduk walau tertekan dan terpaksa. Kekerasan psikis yang nyata terjadi di sekolah seperti siswa tidak percaya diri dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan guru karena takut salah, mereka menjadi seorang penakut dalam proses pembelajaran, kreativitas mereka menjadi terhambat, indispliner, dan tidak semangat pergi ke sekolah. Untuk mendisiplinkan anak haruslah dilakukan secara berkelanjutan. Artinya, disiplin harus ditanamkan sejak usia dini dan harus dilakukan secara konsisten. Dalam hal ini, guru harus memberikan teladan yang baik, memotivasi dan memberikan batas-batas yang jelas mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan, dengan komunikasi yang dapat dipahami dan disepakati bersama
Apabila pelanggaran terjadi, maka sikap guru adalah menasihati dan memberikan pengertian kepada anak tentang perilaku yang dilanggarnya. Di satu sisi, guru dapat memberikan sikap tegas tetapi bukan berarti harus dengan cara kekerasan berupa penyaluran emosi atau luapan kemarahan yang akan menyebabkan rasa sakit bagi yang dihukum.
Hukuman akan mengakibatkan anak memiliki rasa dendam. Apabila tidak dapat membalaskan dendamnya, maka akan terjadi pengalihan dalam bentuk kekerasan terhadap orang lain misalnya tawuran, dan sikap kasar.
Yang tidak kalah penting, teladan para pendidik akan menjadi “pedoman” bagi para siswanya. Guru yang judes, suka menghardik, apalagi melakukan kekerasan fisik, tanpa disadari akan ditiru oleh para siswa. Sebaliknya, perilaku guru yang cerdas, sabar, memperlakukan siswa dengan penuh kasih sayang, dengan sendirinya akan mendorong siswa berprestasi, dan menjauhkan mereka dari berbagai konflik.
Hubungan dengan sosial berorientasi kepada kekuasaan dan ketakutan. Siapa yang lebih berkuasa dapat berbuat sekehendak hatinya, karena ingin dihormati, ingin disegani, ingin ditakuti, ingin diakui, ingin berwibawa. Sedangkan yang tidak berkuasa menjadi tunduk walau tertekan dan terpaksa. Kekerasan psikis yang nyata terjadi di sekolah seperti siswa tidak percaya diri dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan guru karena takut salah, mereka menjadi seorang penakut dalam proses pembelajaran, kreativitas mereka menjadi terhambat, indispliner, dan tidak semangat pergi ke sekolah. Untuk mendisiplinkan anak haruslah dilakukan secara berkelanjutan. Artinya, disiplin harus ditanamkan sejak usia dini dan harus dilakukan secara konsisten. Dalam hal ini, guru harus memberikan teladan yang baik, memotivasi dan memberikan batas-batas yang jelas mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan, dengan komunikasi yang dapat dipahami dan disepakati bersama.
Lagi pula, guru yang memiliki kasih sayang memancarkan wibawa dan keteduhan, sehingga setiap masalah yang dihadapi siswa akan mudah diredam dan dicarikan solusi secara bersama-sama. Bahkan, berhadapan dengan guru yang berwibawa, menjauhkan siswa dari kekerasan

B. POKOK PERMASALAHAN

Mengapa terfokus pada persoalan Bullying dan bukan pada perilaku agresif?
Adalah bukan hal mudah untuk menjawab pertanyaan ini, karena bullying merupakan salah satu aspek dari perilaku agresif. Agresi seringkali muncul di antara individu dengan kekuatan yang setara. Dapat juga merupakan ekspresi ke semua arah, tidak hanya terhadap mereka yang kurang memiliki kekuasaan. Bagaimanapun, perilaku bullying tidak sama dengan perilaku agresif. Perilaku bullying selalu terjadi ketika terdapat ketidakseimbangan kekuatan. Sebagaimana semua perilaku agresif, bullying dapat merupakan bentuk ekspresi secara langsung, dalam bentuk perilaku fisik atau verbal terhadap seseorang.

Dapatkah Bullying dihentikan?
Berbagai hasil penelitian menunjukkan beberapa intervensi yang dikembangkan di beberapa negara dan hal ini menunjukkan bahwa perilaku bullying dapat secara signifikan dikurangi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa intervensi tersebut akan semakin sukses apabila melibatkan para siswa sejak duduk di bangku pra-sekolah dan sekolah dasar.

C. DAMPAK BULLYING

Bagi anak-anak yang mendapatkan pengalaman kekerasan secara berulang-ulang akan menderita dengan berbagai pengaruh, seperti :
1. Kehilangan citra-diri (loss of self-esteem) yang terjadi bertahun-bertahun setelah perilaku kekerasan terhenti;
2. Meningkatkan isolasi, tanpa teman dan tidak dipercaya oleh orang lain;
3. Depressi, dan pada beberapa kasus ekstrim dapat menimbulkan keinginan bunuh diri.
4. Ketidakhadiran dan kemampuan untuk berkonsentrasi di sekolah menurun;
5. Pengaruh terhadap keluarga;
6. Munculnya perilaku tidak konsisten, anak akan patuh di depan tapi berontak di belakang.

D. MENDIDIK ANAK BERKENAAN DENGAN BULLYING

Dalam mendidik anak berkenaan dengan bullying dapat direncanakan berdasarkan pada 4 aspek, yaitu : pengetahuan, sikap, ketrampilan dan perilaku.
Para guru dapat mengembangkan hal-hal, antara lain :
1. Pengetahuan dan Pemahaman
a. Apa yang menyebabkan perilaku bullying terjadi ?
b. Apa yang dimaksud dengan ’Bullying’ dan dalam bentuk apa sajakah perilaku bullying terjadi?
- Menyebabkan kerusakan pada hal-hal apa sajakah perilaku bullying tersebut?
- Mengapa perilaku bullying tidak dapat diterima?
- Apa yang harus dilakukan untuk menghentikannya?
2. Sikap-sikap dan nilai-nilai
Kesadaran menghargai orang lain sama dengan menghargai diri sendiri.
a. Simpati terhadap siswa yang menjadi korban bullying dari seseorang.
b. Menumbuhkan rasa malu apabila melakukan perilaku bullying.
c.Perasaan empati terhadap orang lain, terutama terhadap mereka yang menjadi korban bullying,
- Menumbuhkan rasa tanggungjawab untuk membantu mereka yang mendapatkan perilaku tidak fair dari orang lain;
- Menerima orang-orang yang memiliki perbedaan.
3. Ketrampilan
a. Kapasitas untuk menjaga anak-anak dari perilaku bullying tersebut;
b. Kapasitas yang ada dimanfaatkan untuk mengkontrol emosi-emosi negatif, seperti rasa marah, stress.
4. Perilaku
Nasihat berupa tindakan (contoh perilaku teladan) lebih mudah diikuti ketimbang sekedar kata-kata.
1)Perilaku yang tidak menakutkan, guru dan pimpinan sebagai orang tua, teman sebagai saudara
2)Sensitif (memiliki kehalusan atau kepekaan hati)
3)Konsisten dalam ucapan dan perbuatan untuk perbuatan baik
4)Menghidari kesombongan, membanggakan diri, suka pujian dan sanjungan, waspadai perilaku guru merasa paling berkuasa, paling pintar, paling memiliki, paling baik.
5)Tidak keluh kesah.

•Perilaku murid sebagai sumber belajar yang hidup bagi guru. Murid adalah cermin guru. Murid licik tanda gurunya tidak benar, murid agresif tanda guru reaktif, murid sulit paham tanda gurunya tidak cerdas, murid sulit mendengar tanda guru lebih suka didengar.


* Penulis adalah Kepala Dinas Pendidikan
Provinsi Kalimantan Selatan
ReadMore...